Saturday, April 18, 2015

Mbah Raden Ali Ngelom

makam R Ali 2Mbah Raden Ali adalah seorang ulama’ pembuka (babat) tanah Ngelom Pesantren pada sekitar tahun 1261 Hijriyyah, beliau juga seorang Waliyullah ahli Thariqah Syaththariyah, penyebar dan peletak dasar ajaran Islam yang berhaluan faham Ahlus Sunnah Wal Jamaah di daerah Ngelom Sepanjang dan sekitarnya, Beliau juga The Founding Father (Mu’assis) Pondok Pesantren Salafiyah Bahauddin Ngelom Taman Sepanjang Sidoarjo.



Dalam tubuh Raden Ali mengalir darah keturunan Ki Ageng Selo. Raden Ali dilahirkan dari seorang Ayah bernama Raden Mas Pangeran Kerthoyudo putra Sultan Agung Dipura, Ibunda Beliau bernama Raden Ayu Ibu, putri Raden Mas Kantri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Raden Mas Umbul Suwelas putra dari Al Karomah Al Akbar Al Khoir Ahmad atau yang lebih dikenal dengan sebutan Raden Ronggo, Sultan Ngaloga.

Perjalanan hidupnya, semenjak kecil Raden Ali telah menjadi seorang anak yatim piatu. Ayahandanya Raden Mas Pangeran Kerthoyuda telah meninggal dunia ketika beliau masih berumur sepuluh bulan berada dalam kandungan Ibundanya. Kemudian ketika usia kandungan Sang Ibunda telah berumur sebelas bulan ia terlahir kedunia, namun tak lama kemudian sang Ibunda pun juga meninggal, meninggalkan Raden Ali kecil yang masih berumur satu bulan. Kemudian Raden Ali kecil diasuh oleh Kyai Gibah dan istrinya. Saat mengasuh Raden Ali kecil, Kyai Gibah bersama istrinya senantiasa merasa bahagia, terlebih sejak kecil Raden Ali tidak pernah mengalami sakit-sakitan. Pun juga, Kyai Gibah merasa ada yang istimewa ketika mengasuh Raden Ali kecil, tanaman mentimunnya selalu panen dengan hasil yang melimpah, rizkinya pun semakin hari semakin bertambah banyak pula.

Semenjak kecil Raden Ali telah memiliki sifat menjauhi cinta dunia. Kemudian setelah Raden Ali beranjak dewasa beliau melakukan puasa riyadloh, dan berkhalwat di dusun Bendul Surabaya. Tiap hari beliau tidak banyak merasakan tidur, tidak pula banyak makan. Hari-hari beliau jalani dengan berpuasa. Kalaupun beliau harus tidur, beliau tidur diatas rakitan bambu berbantal kayu. Seiring terus berjalannya waktu, beliau telah berhasil memadukan beberapa aspek kepribadian dalam kehidupannya, kesederhanaan, keteguhan, kearifan, ketaqwaan, kreatifitas, kesabaran, tawakkal, zuhud, wara’, qana’ah, tawaddlu’ telah membentuk pribadi beliau menjadi sosok Raden Ali dewasa yang tegar.

Suatu ketika, saat Raden Ali telah berkeluarga namun masih belum dikaruniai putra, beliau mempunyai seorang santri (murid) yang bernama Jamal, yang diberi tugas oleh beliau untuk merawat dan menanam berbagai tanaman palawija di tanah milik Raden Ali, seperti cabe, terong, kerai, dan kacang kacangan. Namun anehnya, ketika tanaman tersebut telah masak dan siap untuk dipetik, justru beliau diperintah oleh Raden Ali untuk segera mengumumkan kepada warga masyarakat, barang siapa yang berkenan dan menghendaki hasil tanamannya agar memetik sendiri.

Selanjutnya Raden Ali menetap dan mendirikan pesantren di dusun Ngelom Sepanjang Taman Sidoarjo (sebuah kawasan atau daerah yang waktu itu berada dalam kekuasaan Adipati Jenggala), yang kemudian pada perkembangannya, akhirnya Ngelom dikenal sebagai pusat awal perkembangan Islam di daerah sekitarnya.

Konon diceritakan, bahwa kebesaran nama Mbah Raden Ali telah banyak mengundang kedatangan para santri dari pelosok penjuru pulau Jawa untuk ngangsu kaweruh agama (menimba ilmu agama) pada Mbah Raden Ali, mulai dari Banten, Cirebon, serta masyarakat sekitar Sidoarjo-Surabaya, bahkan sampai Madura. Sayang, kebesaran nama beliau, tak ada satu pun sejarah yang mencatatnya, mencatat sejarah seorang tokoh Ulama besar sekaligus Waliyullah yang mempunyai banyak kelebihan atau karomah yang tidak banyak dimiliki oleh manusia biasa pada umumnya.

Diantara Keanehan atau kalaulah boleh disebut sebagai karomah Mbah Raden Ali adalah, konon bila seseorang memasuki perkampungan Ngelom Pesantren dengan kendaraannya, kuda umpamanya sebagai salah satu kendaraan waktu itu, atau sepeda, atau sepeda motor, yang dengan sambil dikendarai atau ditunggangi, bukan turun dari kendaraan dan menuntunnya menyusuri jalan, maka yang terjadi, pantat sang penunggang atau pengendara akan terus lengket dan melekat di tempat duduk kendaraannya, dan tidak akan pernah bisa dilepaskan sampai ia meminta maaf pada Mbah Raden Ali.

Sepenggal kisah yang lain juga pernah menceritakan, bahwa setiap kali ada rombongan kesenian yang melewati daerah Ngelom Pesantren yang sambil membunyikan suara musik tabuhan gamelan atau semacamnya, ketika sudah memasuki daerah Ngelom Pesantren, maka semua alat musiknya tidak dapat mengeluarkan bunyi-bunyian atau suara ketika ditabuh atau dibunyikan, sampai rombongan itu benar-benar keluar dari daerah atau wilayah Ngelom Pesantren.

Ada lagi kisah yang lain, diantara salah satu putra Raden Ali adalah yang bernama Jaya Ulama, yang dikenal pada masa mudanya sebagai berandal yang sering kali merampok setiap pedagang atau saudagar yang melewati wilayah sepanjang dan sekitarnya. Berita tentang sikap berandal yang dimiliki Jaya Ulama, lambat laun akhirnya terdengar juga ditelinga Raden Ali. Kemudian dengan diam-diam Raden Ali menyusun sebuah rencana penyamaran sebagai saudagar yang melewati daerah Ngelom Sepanjang dengan membawa pedati yang berisi tumpukan lantakan emas dan berlian yang entah didapatkan dari mana oleh Raden Ali waktu itu.

Selanjutnya, sesuai dengan rencana, ketika Raden Ali yang kala itu dengan memakai cadar penutup muka bersama dengan pedati yang membawa lantakan emas serta berlian melewati daerah Ngelom Sepanjang, pedati itupun dicegat dan direbut paksa oleh Jaya Ulama. Namun tidak dengan mudahnya begitu saja Raden Ali menyerahkan harta bawaannya kepada Jaya Ulama. Akhirnya terjadilah perkelahian diantara mereka, yang kemudian sebuah tebasan pedang Jaya Ulama mengenai tubuh Raden Ali. Bukan karna Raden Ali kalah oleh Jaya Ulama, tapi memang sengaja hal itu dilakukan oleh Raden Ali.

Dan ketika tebasan pedang Jaya Ulama berbenturan dengan tubuh Raden Ali, terlihatlah seperti sebuah kilatan cahaya memancar dari tubuh Raden Ali. Namun perkelahian terus berlanjut, sampai pada akhirnya disuatu kesempatan dalam perkelahian itu, dibiarkannya tangan Jaya Ulama meraih dan menarik cadar penutup muka Raden Ali. Kaget setelah tahu bahwa yang berhadapan dengannya adalah Raden Ali Ayahandanya, Jaya Ulama kemudian duduk bersimpuh, memohon ampun pada Ayahandanya dan bertaubat dari segala prilakunya yang tidak baik, yang merugikan diri sendiri dan orang lain.

Dari seorang istri, Mbah Raden Ali menurunkan 7 keturunan, 4 putra dan 3 putri :

1. Bahauddin
Alkisah, ketika Bahauddin merantau, dalam rangka thalabul ilmi di kota Makkah Al Mukarramah, beliau meninggal dunia dan dimakamkan disana. Kemudian selanjutnya, untuk mengenang nama putra Mbah Raden Ali yang wafat di kota Makkah Al Mukarramah, maka masjid dan yayasan pondok pesantren di Ngelom diberi nama Bahauddin.

2. Ahmad Rifa’i
Wafat dimakamkan di Ngelom Pesantren

3. Abu Hasan
Wafat dimakamkan di Ngelom Pesantren

4. Jaya Ulama
Alkisah, Jaya Ulama telah diberi izin oleh Adipati Suropringgo pada waktu itu, untuk mengajar ilmu agama di kota Suropringgo (Surabaya). Jaya Ulama mempunyai seorang putra bernama Mas Ngabehi Sumo Direjo yang kemudian diangkat menjadi adipati di kota Suropringgo (Surabaya) dikemudian hari. Jaya Ulama wafat dimakamkan didesa Wonocolo sepanjang.

5. Sanifah
Wafat dimakamkan di Ngelom Pesantren

6.Talbiyah
Wafat dimakamkan di Ngelom Pesantren

7. Sahinah
Wafat dimakamkan di Ngelom Pesantren

Mbah Raden Ali wafat dan dimakamkan di dusun Ngelom Pesantren, kecamatan Taman Sepanjang. Tak ada satu catatan pun ditemukan yang menulis cerita tentang tahun, bulan, tanggal dan hari wafat Mbah Raden Ali. Akan tetapi dapat diketahui dari berita turun temurun yang disampaikan dari mulut ke mulut yang menyatakan bahwa Mbah Raden Ali meninggal pada bulan Sya’ban hari ke ketujuh belas. Sedangkan mengenai tahun wafat beliau, informasi yang diterima oleh penulis dari beberapa orang, ternyata banyak terjadi perbedaan pendapat, yang semuanya tidak bisa dipertanggung jawabkan akurasi kebenarannya.

Jenazah Mbah Raden Ali di semayamkan di Kompleks pemakaman keluarga, di desa Ngelom Pesantren Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo, tepatnya berada di sebelah selatan Masjid Bahauddin, depan Madrasah Aliyah Bahauddin Ngelom.

Lahu Al-Faatihah