Sunday, May 1, 2016

Teladan Ulama Yang Wira'i

[caption id="attachment_2248" align="alignleft" width="169"]13092139_10205163615083874_7748386718958448998_n Romo KH. Muhammad Imron Humaidullah Irfan, putra dari KH. Humaidullah dan cucu KH. Irfan.[/caption]

Suatu ketika KH. Humaidullah bin KH. Irfan, Pengasuh Ponpes APIK Kaliwungu periode 1968 - 1985, yang waktu itu masih kanak-kanak sedang bermain-main bersama anak-anak sebayanya, tiba-tiba KH. Humaid kecil bersama teman-temannya menemukan 'ceceran' krupuk mentah di kampung yang mungkin terjatuh ketika habis dijemur, maklumlah Kaliwungu banyak pengusaha krupuk lokal.


Humaid kecil dapat 3 krupuk mentah, kemudian dibawa pulang terus digoreng, setelah matang. Tiba-tiba ayah beliau al-arif billah KH. Irfan bin KH. Musa, Pendiri Ponpes APIK Kaliwungu melihat putranya mau makan krupuk tersebut, sebelum dimakan Humaid kecil, ayahnya menahan tangan Humaid dan bertanya.
''Humaid. Ini krupuk dari mana?'', Humaid kecil menjawab dengan polos, ''Saya nemu di pinggir kampung sana Bah.''.


Setelah mendengar jawaban anaknya, KH. Irfan mengajak Humaid kecil ke lokasi dimana Humaid menemukan krupuk mentah yang tercecer itu. Kemudian KH. Irfan menanyakan kesana-kemari, ke tetangga kanan-kiri di lokasi tersebut, perihal siapa yang jam sekian menjemur dan mengambil krupuk.
Setelah tahu pemiliknya, KH. Irfan pun silaturahim seraya menyatakan mohon ''halalnya'' untuk 3 kerupuk kecil yang dipungut putranya karena tercecer di jalan. Kontan, si pemilik krupuk begitu di datangi oleh KH. Irfan langsung menyambut dengan gembira, tidak terbayangkan seorang ulama besar dan kharismatik sekelas Kyai Irfan mau silaturahim ke rumahnya, apalagi hanya gara-gara 3 krupuk kecil mentah yang tercecer.


Maka dengan sangat gembira, si pemilik rumah tidak hanya menghalalkan tapi malah membawakan oleh-oleh krupuk mentah beberapa kg. untuk oleh-oleh Kyai Irfan.


Demikianlah, begitu wira'i dan hati-hatinya beliau terhadap tiap suap makanan yang masuk ke mulut keluarganya, agar tidak sampai jatuh kemasukan barang atau makanan 'syubhat' apalagi yang haram. Maka, pantaslah kalau dikemudian hari putra-putra dan keturunan beliau menjadi ulama-ulama besar dan pesantren yang didirikan beliau menjadi pesantren besar dan kharismatik serta bersejarah, yang turut andil dalam memperjuangkan Islam dengan nilai-nilai aswaja di bumi nusantara ini.




Sumber : Aenuyasha