Songkok, atau peci atau kopiah merupakan sejenis penutup kepala tradisional bagi orang Indonesia, Brunei, Malaysia, Singapura, Filipina Selatan dan Thailand Selatan, terutama di kalangan lelaki Muslim. Di Indonesia, songkok yang juga dikenal dengan nama peci ini kemudian menjadi bagian dari pakaian nasional, dan dipakai tidak hanya oleh orang Islam. Songkok juga dipakai oleh tentara dan polisi Malaysia dan Brunei pada upacara-upacara tertentu.
Istilah "songkok" dikenal dalam budaya Melayu di Semenanjung Malaya, Sumatra, dan pesisir Borneo. Di Jawa di sebut "kopiah" atau "kopeah". dan secara umum di Indonesia disebut "peci". Ada 2 teori mengenai asal muasal istilah peci:
1. Bahasa Belanda "petje" yang berarti "topi kecil"
2. berasal dari songkok/kopiah Turki Ottoman yg disebut fez, yg kemudian menyesuaikan dgn aksen Melayu jadi "peci"
Bentuk peci yang khas sepintas mirip tarbus (atau turban) dari Turki meyakinkan peneliti soal garis budaya dari negara-negara penyebar Islam dan termasuk India meluaskan pengaruh hingga ke Asia Tenggara. Kalau kita akrab dengan sebutan “peci” maka di Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan selatan Thailand menyebutnya “songkok”.
Menurut Rozan Yunos dalam “The Origin of the Songkok or Kopiah” yang dimuat The Brunei Times, 23 September 2007, songkok diperkenalkan para pedagang Arab yang menyebarkan agama Islam. Pada saat yang sama dikenal pula serban atau turban. Namun, serban dipakai oleh para cendekiawan Islam atau ulama, bukan oleh orang biasa.
“Menurut para ahli, songkok menjadi pemandangan umum di Kepulauan Malaya sekitar abad ke-13, saat Islam mulai mengakar,” tulis Rozan.
Lucunya, orang-orang arab yang dipandang sebagai penyebar peci atau songkok di tanah melayu malah meninggalkan tradisi itu. Sehingga pengamat sejarah berspekulasi soal keberadaan peci Indonesia.
Di beberapa negara Islam, sesuatu yang mirip songkok tetap populer. Di Turki, ada fez dan di Mesir disebut tarboosh. Fez berasal dari Yunani Kuno dan diadopsi oleh Turki Ottoman. Di Istanbul sendiri, topi fez ini juga dikenal dengan nama fezzi. Paling mendekati adalah fezzi, yang pelafalannya “pechi” mirip dengan peci di Indonesia
Di Asia Selatan (India, Pakistan, dan Bangladesh) fez dikenal sebagai Roman Cap (Topi Romawi) atau Rumi Cap (Topi Rumi). Ini menjadi simbol identitas Islam dan menunjukkan dukungan Muslim India atas kekhalifahan yang dipimpin Kekaisaran Ottoman.
Di Indonesia, peci hitam berbahan beludru (velvet) jadi populer sejak dikenakan sebagai busana resmi oleh para pejuang kemerdekaan kita, seperti H. Agus Salim, Bung Hatta dan tentunya Bung Karno!
Ada cerita menarik awal mula Bung Karno memakai peci hitam ini. Sebagaimana kata Bung Karno dalam “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia”, karya Cindy Adams, terdapat sensasi modern manakala mereka tampil dengan pakaian Eropa tanpa penutup kepala.
Dalam buku itu pula, Bung Karno, tulis Cindy Adams, masih berusia kurang lebih 20 tahun manakala dengan grogi dan demam panggung memutuskan memakai peci hitam di hadapan rapat Jong Java. Soekarno harus tampil dalam rapat Jong Java itu, di Surabaya, Juni 1921. Tapi dia masih ragu. Dia berdebat dengan dirinya sendiri. “Apakah engkau seorang pengekor atau pemimpin?” “Aku seorang pemimpin.” “Kalau begitu, buktikanlah,” batinnya lagi. “Majulah. Pakai pecimu. Tarik nafas yang dalam! Dan masuklah ke ruang rapat… Sekarang!”
Setiap orang ternganga melihatnya tanpa bicara. Mereka, kaum intelegensia, membenci pemakaian blangkon, sarung, dan peci karena dianggap cara berpakaian kaum lebih rendah. Dia pun memecah kesunyian dengan berbicara: “…Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka.” (Adams: 1966: 51-52).
Di sela-sela sidang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) pada September 1959 Bung Karno menyatakan bahwa dia sebenarnya kurang nyaman dengan segala pakaian dinas kebesaran, tetapi semua ini dipakai untuk menjaga kebesaran Bangsa Indonesia.
“Seandainya saya adalah Idham Cholid yang ketua Partai NU atau Seperti Suwiryo, ketua PNI, tentu saya cukup pakai kemeja dan berdasi, atau paling banter pakai jas,” kata Bung Karno sambil melihat respon hadirin.
“Tetapi soal peci hitam ini, tidak akan saya tinggalkan. Soalnya, kata orang, saya lebih gagah dengan mengenakan songkok hitam ini, benar enggak Kiai Wahab ?” tanya Bung Karno pada Rois Am NU yang juga anggota DPA itu.
“Memang betul, saudara harus mempertahankan identitas itu. Dengan peci hitam itu, saudara tampak lebih gagah seperti para muballigh NU,” jawab Kiai Wahab Chasbullah. Pernyataan Kyai Wahab ini menyulut gelak tawa seluruh anggota DPA.
“Dengan peci itu saudara telah mendapat banyak berkah, karena itu ketika berkunjung ke Timur Tengah, saudara mendapat tambahan nama Ahmad,” seloroh Kiai Wahab.
“Betul,” sahut Bung Karno. ”Ketika saya ke Saudi, Raja Su’ud memberi gelar Ahmad kepada saya. Presiden Gamal Abdel Naser di Mesir dan Presiden Ben Bella di Aljazair serta kalangan pers seluruh Timur Tengah juga memberi nama tamabahan Ahmad kepada saya.”
”Ketahuilah olehmu Nasution, Ruslan Abdul Gani Nama Nabi kita itu banyak, ada Muhammad, Ahmad, Musthofa dan sebagainya. Dan kau Leimena, walaupun beragama Kristen, kau harus tahu bahwa nama Nabi Muhammad itu juga Ahmad.” Sementara mengucapkan kata-kata ini, para hadirin yang mengikuti sidang DPA pun manggut-manggut dalam suasana akrab. Lalu sidang DPA pun segera dimulai.
Bung karno, selain menjabat presiden, juga sekaligus menjabat ketua DPA. Karena itu, sidang-sidang DPA, Bung Karno-lah yang selalu memimpin.
Dengan gayanya yang informal, berbagai persoalan besar dan serius dibicarakan dalam forum ini. Walaupun disertai perdebatan seru, tetapi tetap berlangsaung dalam suasana kekeluargaan, saling menghargaai dan saling percaya.
Hal ini dikarenakan sidang-sidang DPA telah terarah pada satu tujuan, yaitu kebesaran bangsa Indonesia. Dan pecipun semakin kukuh menjadi identitas nasional bangsa Indonesia.
Sumber:
1) en.wikipedia.org
2) lintasgayo.co
3) ping.busuk.org
4) liputanislam.com
5) www.nu.or.id