Penulis memberi judul tulisan ini ‘trilogi’ , karena ada tiga tokoh kali ini yang secara berurutan yang akan dituturkan mahasin (kebaikan) mereka, manaaqib mereka . Tentu apa yang akan anda baca hanyalah setitik saja dari lautan kemulyaan mereka bertiga. Kalau dipaksa menuliskan semuanya , pasti akan membutuhkan berjilid-jilid buku tentunya.
Mereka bertiga adalah KH. Salman Dahlawi , Murabbiy Kholidiyyah Popongan Klaten. Yang kedua adalah KH. Munif Zuhri , murabbiy Kholidiyyah Girikusumo Mranggen . Dan terahir adalah KH. Ulin Nuha Arwani , murabbiy Kholidiyyah Kwnaran Kudus.
Ketiganya masih ada tautan satu dengan yg lain. Grand Syaikh Kholidiyyah di Jawa adalah Mbah Muhammad Hadi . Seorang Auliya yg dijuluki Syaikhul Islam ini salah satu pembawa Tarekat Naqsyabandiyyah Mujaddadiyyah Kholidiyyah ke Tanah Jawa , makamnya di Bukit Girikusuma Mranggen Demak . Kyai Munif Zuhri adalah buyutnya yang sekarang meneruskan Tarbiyyah murid di Girikusumo . Sedangkan Mbah Salman adalah putra dari anak perempuan Mbah Mansur Popongan dan Mbah Mansur adalah anak dari Mbah Hadi Girikusumo. Adapun Kyai Ulin Nuha yang biasa dipanggil dengan Gus Ulin adalah putra dari Mbah Yai Arwani Kudus dan Mbah Arwani ini muridnya Mbah Mansur Popongan.
Jadi semua bermuara ke Girikusumo.
Kyai Ageng Hajji Salman Dahlawiy, Rahimahullah.
Dari semenjak usia tamyiz beliau sudah mendapat ijin membai’at murid. Kadang-kadang masih bermain kelereng dengan teman sebaya , tiba-tiba Mbah Mansur memanggil dan memerintahkan dia untuk membai’at calon-calon murid baru . Hal ini adalah bukti bahwa Mbah Kyai Ageng Salman adalah salah satu para Muroodien . Salah satu para Mahbuubin .
Murad artinya orang yang dikehendaki Allah . Jauh lebih tinggi derajatnya dibanding murid , atau orang yang menghendaki (bersuluk kejalan) Allah.
Mahbub artinya orang yang dicintai Allah . Jauh lebih tinggi derajatnya dibanding Muhib , atau orang yang mencintai Allah.
Penulis menyesal hingga sekarang tidak berhasil melihat wajah beliau saat beliau dalam puncak ketinggian maqamnya (yaitu saat beliau wafat) . Seharian penuh penulis menunggu di samping jenazah beliau bersama Ustadh Ali Ridho Purwadadi untuk mencari kesempatan agung tersebut tetapi para peziarah tidak pernah berhenti-berhenti datang menshalati. Kata khalifah beliau Gus Multazam : ” Nek jenengan ten mriki wou dalu tasih saget…Kalau saja tadi malam , anda masih bisa melihat wajah beliau..”
Wa asafaah..
Dahulu Ibu penulis punya cerita unik dengan Mbah Salman . Penulis sekeluarga sowan kepada beliau untuk melihat putri beliau yang akan di jodohkan dengan salah satu kakak penulis . Didepan rumah beliau putri yg di maksud duduk-duduk sambil tidak memakai kerudung Dalam hati Ibu penulis membatin :
” Aduh , perempuan tidak kerudungan koq mau di jodohkan sama anakku..”
Baru saja Mbah Salman keluar kamar menemui penulis, beliau langsung menghampiri Ibu dan berkata dengan halus : ” Ibu nyai. Pengapuntene nggih …Anak kulo istri niku pancen mboten remen krudungan koq… Bu. Mohon maaf ya. Anak perempuan saya itu memang tidak suka pakai kerudung .”
Ibu saya langsung membatin : ” Mati aku. Mbah Salman gak bisa di rasani rupanya. ”
Dalam berbagai kesempatan Mbah Salman sering kali menampakkan kebeningan Bashirah beliau dihadapan para Murid . Tentu itu untuk kemashlahatan mereka . Seorang Kyai Khos dari Jepara kepingin bertabarruk dengan Mbah Salman . Tetapi karena kesehatan beliau yg kurang mendukung saat itu pembai’atan dilakukan oleh putra beliau Gus Multazam . Kyai Khos tersebut membatin karena merasa kurang berkenan :
” Aduh , aku kesini itu untuk ngalap berkah Mbah Salman , malahan sekarang yang menangani anaknya . ”
Tiba-tiba beberapa jam berikutnya dengan tertatih-tatih Mbah Salman keluar menemui Kyai Khos tersebut sambil membawa Risalah kecil tentang Tariqah . Beliau berkata : ” Kyai… Panjenengan pulang saja. Orang dzikirnya sudah mapan begitu koq datang kesini . Sudah bawa saja kitab kecil ini. Kyai baca halaman sekian kalau sudah sampai rumah. ”
Begitu sampai rumah kitab kecil itu dibuka dan dibaca pada halaman yg dimaksud , ternyata tentang Bab Adab Tatakrama Murid Kepada Syaikh nya . Serentak lemaslah tubuh Kyai khos tersebut . Dia baru menyadari bahwa dirinya diketahui olem Mbah salman kurang benar adabnya saat bertabarruk di hadratnya.
Mbah Salman, yang termasuk salah satu Kyai sepuh negeri ini yang dipanggil dengan sebutan “Maulaya" (Tuanku) oleh Syeikh Hisyam Kabbaniy ini , beliau pernah mampir ke tetangga desa penulis. Disitu beliau di undang oleh salah satu guru Tareqah setempat untuk membai’at massal para muridin. Sesudah acara, beliau diampiri oleh salah satu mantan bapak perangkat desa setempat. Beliau bersedia, tetapi beliau hanya duduk -duduk di dipan depan rumah si bapak nya itu. Padahal di dalam rumah hidangan serta kasur empuk telah disediakan. Mbah Salman tetap saja tidak bersedia masuk.
Sesudah beberapa saat beliau duduk-duduk di dipan tersebut , beliau mengajak rombongan untuk pulang . Ternyata rahasianya baru terungkap beberapa hari kemudian. Bapak perangkat tersebut ngunduh mantu. Dan seperti adat desa, dia nanggap wayang. Nah pada saat pementasan tersebut seorang Lhedhek , bintang panggung Wayang tersebut duduk-duduk di dipan sampai tertidur pulas. Lama dinanti-nanti si wanita cantik tu tidak mau bangun-bangun sangking pulasnya.
Karena sudah jam nya manggung , dia dipaksa untuk di bangunkan . Eh , ternyata tidurnya keterusan alias mati dia ! Rupanya dia kena berkah Mbah Salman di dipan itu. Mungkin juga Tuah, berkah jika di maknai kematiannya tidak lagi membuatnya semakin banyak dan semakin lama hidup dalam kemaksiyatannya . Dikatakan Tuah jika dimaknai dia kuwalat. Wallahu a’lam.
Lahu Al-Faatihah
Bersambung....
Penulis : Ustadz Muhajjir Madad Salim